Tafsir Surat an-Nur ayat 32; Perihal Perkawinan

Tafsir Surat an-Nur ayat 32

Perihal Perkawinan

Sebagaimana telah diketahui sejak dari permulaan Surat an-Nur ini, nyatalah bahwa peraturan yang tertera di dalamnya hendak membentuk suatu masyarakat Islam yang gemah ripah, adil dan makmur, loh jinawi. Keamanan dalam rohani dan jasmani dan dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga ada peraturan memasuki rumah, ada peraturan memakai pakaian yang bersumber dari kesopanan iman. Maka di dalam ayat yang selanjutnya ini terdapat pula peraturan yang amat penting dalam masyarakat Islam, yaitu yang dijelaskan dalam ayat 32 di atas. Hendaklah laki-laki yang tidak beristeri dan perempuan yang tidak bersuami, baik masih bujangan dan gadis ataupun telah duda dan janda, karena bercerai atau karena kematian salah satu suami atau isteri, hendaklah segera dicarikan jodohnya.

Apabila kita renungkan ayat ini baik-baik jelaslah bahwa soal mengawinkan yang belum beristeri atau bersuami bukanlah lagi semata-mata urusan pribadi dari yang bersangkutan, atau urusan “rumah tangga” dari orang tua kedua orang yang bersangkutan saja, tetapi menjadi urusan pula dari jamaah Islamiah, tegasnya masyarakat Islam yang mengelilingi orang itu.

Apabila zina sudah termasuk dosa besar yang sangat aib, padahal kehendak kelamin manusia adalah hal yang wajar, yang termasuk keperluan hidup, maka kalau pintu zina ditutup rapat, pintu kawin hendaklah dibuka lebar.

Dalam ayat tersebut: wa ankihuu, hendaklah kawinlah oleh kamu, hai orang banyak. Terbayanglah di sini bahwa masyarakat Islam mesti ada dan mesti dibentuk. Supaya ada yang bertanggungjawab memikul tugas yang diberikan Tuhan itu.

Apabila sudah ada satu kelompok perkampungan kecil, hendaklah di sana didirikan jamaah, baik berupa langgar, dan lebih baik berupa mesjid. Ada kepala jemaah (imam) tempat mengadukan hal dan masalah-masalah yang timbul setiap hari. Atau ada majlis orang tua-tua yang memikirkan urusan bersama. Dalam Shalatil Jamaah yang berlaku, sekurang-kurangnya tiga waktu (Maghrib, Isya’, dan Subuh) seluruh angota jamaah bisa bertemu. Nasib mereka masing-masing dapat diketahui. Diketahui mana yang sudah patut kawin, mana yang berkekurangan supaya dibantu.

Kadang-kadang malulah seorang pemuda meminang seorang gadis, meskipun hatinya telah penuju, takut akan ditolak pinangannya. Kadang-kadang seorang ayah telah melihat pemuda yang pantas buat gadisnya, tetapi adat pula pada setengah negeri bahwa pihak perempuan malu meminta laki-laki buat jodoh anaknya. Padahal seluruh masyarakat perkampungan itu diberi tugas oleh Tuhan supaya segera menikahkan yang tidak beristeri atau bersuami.

Adalah amat berbahaya membiarkan terlalu lama seorang laki-laki muda tak beristeri, terlalu lama seorang gadis tak bersuami. Penjagaan kampung halaman dengan agama yang kuat dan adat yang kokoh mungkin dapat membendung jangan sampai terjadi pelanggaran susila. Tetapi penyelidikan-penyelidikan Ilmu Jiwa di zaman modern menunjukkan bahwa banyak benar penyakit jiwa tersebab tidak lepasnya nafsu kelamin. Bertambah modern pergaulan hidup sebagai sekarang ini, bertambah banyak hal-hal yang akan merangsang nafsu kelamin. Bacaan-bacaan cabul, film-film yang mempesona dan menggerak syahwat, semuanya berakibat kepada sikap hidup. Masyarakat Islam harus awas akan bahaya ini, sebab itu ayat 32 Surat an-Nur ini haruslah dijadikan pegangan.

Lanjutan ayat yang menyebutkan pula bahwasanya budak, atau hamba sahaya, laki-laki dan perempuan yang layak atau patut dikawinkan, hendaklah kawinkan pula. Sedangkan laki-laki merdeka, bujang atau gadis yang tidak beristeri atau bersuami, yang masih ada keluarga penanggungnya lagi, wajib dicarikan jodohnya, apalah lagi budak-budak itu. Dia hidup menumpang, bahkan tidak berhak lagi atas dirinya sendiri, tidak dapat menentukan nasibnya sendiri, maka tanggungjawab terserahkan kepada masyarakat Islam sekelilingnya.

Sejak 100 tahun yang akhir ini perjanjian internasional telah menghabiskan perbudakan. Tetapi dalam rumah tangga orang Islam yang mampu, terutama di kota-kota, terdapat pembantu rumahtangga yang kadang-kadang sudah dipandang keluarga karena kesetiaannya. Mereka ini pun tidak lepas dari pengawasan majikannya tentang jodohnya. Kalau dia masih patut dan masih mungkin kawin, kawinkanlah dengan yang sejodoh dengan dia. Alangkah besar bahayanya, sebagai kita lihat di kota-kota besar pembantu-pembantu rumahtangga itu rusak akhlaknya dan jatuh karena dia pun ingin kepuasaan kelamin sedang yang memikirkan tak ada.

Tetapi pemuda dan pemudi takut kawin karena memikirkan pembangunan rumahtangga sesudah kawin. Sampai ada pepatah Minangkabau: “Beli kuda tidak mahal, yang mahal ialah beli rumput.” Ongkos perkawinan tidaklah sebesar ongkos belanja setiap hari. Ketika kawin dapatlah diperbantukan oleh handai-tolan, tetapi setelah rumah-tangga berdiri, terserahlah kepada suami-isteri itu sendiri. Hidup sekarang serba mahal. Perasaan hati yang seperti ini ditolak oleh lanjutan ayat: “Jika mereka miskin, Tuhan akan memberinya kemampuan dengan limpah karunia-Nya.”

Kadang-kadang seorang pemuda berteori, bahwa kalau dia kawin maka hasil pencariannya yang sekarang ini tidaklah akan mencukupi. Padahal setelah diseberanginya akad-nikah perkawinan itu dan dia mendirikan rumah-tangga, ternyata cukup juga. Semasa belum kawin, dengan pencarian yang kecil itu, hidupnya tidak berketentuan, sehingga berapa saja uang yang diterima habis demikian saja. Tetapi setelah kawin dan dia mendapat teman hidup yang setia, hidupnya mulai teratur dan belanja mencukupi juga.

Kalau masyarakat itu telah dinamai masyarakat Islam, niscaya orang hidup dengan qana’ah, yaitu merasa cukup dengan apa yang ada, tidak terlalu menengadahkan kepala, perbelanjaan yang tidak perlu. Perempuan yang mendasarkan hidupnya kepada Islam, bukan kepada kemewahan secara Barat yang terlalu banyak memerlukan belanja ini, akan memudahkan kembali orang mendapatkan jodoh.

Yang dicari pada hakikatnya dalam hidup ini adalah keamanan jiwa. Hidup di dalam kesepian tidaklah mendatangkan keamanan bagi jiwa. Rumahtangga yang tenteram adalah sumber inspirasi untuk berusaha, dan usaha membuka pula bagi pintu rezeki.

“Tuhan Allah Maha Luas dan Maha Mengetahui.” Demikian ayat 32 ini dikunci. Asal mau berusaha, pintu rezeki akan senantiasa terbuka, bahkan rezeki itu tidaklah berpintu!

(Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al Azhar, Juz XVIII, hlm. 186-189)

Tinggalkan komentar